Laman
▼
Jumat, 18 Januari 2013
Mancing di puncak gunung
Memancing biasanya di lakukan di pinggir sungai atau di pinggir lautan, namun bagaimana jika memancing di lakukan di puncak bukit seperti yang ada di kecamatan Bandar beikut. Di kecamatan Bandar terutama di desa petungsinarang terdapat kegiatan masyarakat yang cukup unik yaitu memancing di puncak bukit, namun tentu saja yang di pancing bukan ikan mujaer ataupun ika lele, melainkan burung walet laut yang suka melintas di pucak bukit pada waktu-waktu tertentu.
Tidak seperti memancing ikan pada umumnya yang dapat di lakukan setiap saat, setiap hari di sepanjang musim, memancing sriti (sebutan untuk burung walet)hanya dapat di lakukan setahun sekali. Setiap awal musim penghujan tiba, yaitu pada saat laron keluar dari persembunyiannya, saat itulah waktu yang paling tepat untuk memancing sriti. Memang harus pada musim awal penghujan karena umpan satu-satunya yang dapat di gunakan untuk memancing hanyalah laron, itupun laron yang masih dapat terbang dengan tinggi.
Cara memancing sriti ini pun berbeda jauh dengan memancing ikan di kali pada umumnya, selain membutuhan alat yang khusus, juga harus mempunyai keahlian yang khusus pula. Para pemancing harus menggunakan jorang yang panjang berupa bambu wuluh karena bambu ini mempunyai tinggi sekitar 50meter, dan semakin tinggi jorang yang di gunakan, maka semakin bagus pula kesempatan untuk mendapatkan tangkapan. Selain bambu wuluh, pemancing juga harus mempersiapkan senar sepanjang jorang dan kail pancing yang paling kecil, karena umpan yang di gunakan adalah laron hidup yang harus terbang membawa pancing.
Pemancing walet/sriti ketika sampai di tempat pemancingan pun tidak serta merta dapat langsung memancing, mereka harus menunggu kawanan Sriti yang terbang melewati tempat pemancingan mereka. Ketika kawanan walet menghampiri, barulah para pemancing mempersiapkan umpan berupa laron yang di kaitkan dengan mata pancing dan di terbangkan setinggi mungkin. Dari sinilah keterampilan, kejelian dan kesabaran betul-betul di uji. Betapa tidak, hembusan angin yang tidak bersahabat dapat mebunuh laron (yang di gunakan sebagai umpan), dan otomatis sriti tidak mau memakannya, dan harus di ganti dengan laron yang baru yang masih benar-benar sehat.
Ketika umpan di sambar, pemancing harus sabar menunggu sriti lelah memberontak dan turun dengan sendirinya, karena jika di paksa senar pancing bisa putus dengan mudah. Ketika sriti sudah di dapatkan, kedua sayapnya diikat dan mulai melepaskan umpan yang baru. Jika cuaca mendukung dan umpan cukup bagus, maka pemancing yang sudah mahir bisa mendapatkan 20-30 ekor sriti stiap harinya, namun bagi pemula 4 ekor burung sehari sudah termasuk beruntung.
Dalam sehari pemancing hanya dapat memancing di waktu pagi dan sore, itupun tak selalu ada burung yang lewat di depan pemancingan. Oleh sebab itulah tidak banyak yang menekuni hobi unik dan langka ini, karena tidak mempunyai banyak waktu luang dan kesabaran.
Namun jika ingin menikmati daging burung walet yang terkenal gurih dan citarasa yang khas, mereka bisa membeli kepada pemancing yang mendapatkan banyak tangkapan. Biasanya pemancing yang mendapat tangkapan lebih dari 10 ekor, mereka menjual sebagian tangkapanya kepada penduduk yang membeli. 1 ekor burug walet biasanya di hargai 2ribu-3ribu rupiah per ekor, dan itu termasuk harga yang murah sekali karena tidak sebanding dengan jerih payah dan waktu yang harus di korbankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar